Kerajaan Mataram Kuno
Di wilayah Jawa Tenggah, pada sekitar abad ke-8, perkembangan sebuah
Kerajaan Mataram Kuno. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno disebut Bhumi Mataram yang
terletak di pedalaman Jawa Tenggah. Daerah tersebut memiliki banyak
pegununggan dan sungai seperti Sungai Bogowanto, Sungai Progo, dan
Bengawan Solo. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno juga sempat
berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa
Tenggah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.
1. Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi serangan-serangan dari
Sriwijawa ke Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya
itu menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah
timur.
2. Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda
pralaya atau kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tenggah
dianggap tidak layak lagi untuk ditempati.
Dinasti Sanjaya
Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir
memberikan gambaran yang cukup jelas tentang kehidupan politik Kerajaan
Mataram Kuno. Prasasti ini bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis
dengan huruf Palawa yang menggunakan bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram
Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh
keponakannya Sanjaya. Masa pemerintahan Sanna dan Sanjaya dapat kita
ketahui dari deskripsi kitab Carita Parahyangan. Dalam prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja Sanjaya dianggap sebagai pendiri Dinasti Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.
Sanjaya dinobatkan sebagai raja pada tahun 717 dengan gelar Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya. Kedududkan Sanjaya sangat kuat dan berhasil
menyejahterakan rakyat Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya menyebarkan
pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal ini ditempuh dengan cara mengundang
pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di Kerajaan Mataram Kuno. Raja
Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan berbentuk candi.
Stelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh
putranya yang bernama Rakai Panangkaran.
Raja Rakai Panangkaran banyak mendirikan candi, seperti Candi Sewu,
Candi Plaosan dan Candi Kalasan. Dari bukti-bukti tersebut, diketahui
bahwa Raja Rakai Panangkaran beragama Buddha. Raja Mataram Kuno setelah
Rakai Panangkaran berturut-turut adalah Rakai Warak dan Rakai Garung.
Raja Mataram Kuno selanjutnya adalah Rakai Pikatan. Persaingan dengan
Dinasti Syilendra yang waktu itu diperintahkan oleh Raja Samaratungga
dianggap menghalangi cita-citanya untuk menjadi Penguasa tunggal di
Pulau Jawa.
Pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti tersebut melalui
pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya dengan
Pramodawardhani (Putri Raja Samaratungga), dari keluarga Syailendra.
Namun, perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani tidak
berjalan lancer. Setelah Samaratungga wafat, Kekuasaan beralih kepada
Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari Pramodawardhani. Menurut
beberapa Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856), menunjukkan telah
terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan Balaputradewa.
Balaputradewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Swarnadwipa(Sumatra).
Ia kemudian berkuasa sebagai raja, mengantikan kakeknya di kerajaan
Sriwijaya. Hal ini dapat dapat diketahu dari Prasasti Nalanda (India),
yang menyatakan bahwa Raja Deewapaladewa dari Bengala menghadiahkan
sebidang tanah kepada Raja Balaputradewa dari Swarnadwipa untuk membagun sebuah biara.
Setelah Balaputradewa dikalahkan, wilayah Kerajaan Mataram Kuno
menjadi semakin luas kearah selatan (sekarang yogyakarta). Daerah ini
dahulunya adalah wilayah Dinasti Syailendra. Rakai Pikatan mengusahakan
agar rakyat dinasti Sanjaya dan Syailndra dapat hidup rukun. Pada masa
ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk candi, Seperti Candi Prambanan.
Menurut Prasasti Siwagraha, Rakai Pikatan dan raja-raja Mataram Kuno
berikutnya masih tetap menganut agama Hindu Siwa.
Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan
Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan
penasehat yang juga jd pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas
lima patih yang dipimpin oleh seorang mahapatih ini sangat penting
perananya. Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang. Raja
Mataram Kuno yang diketahui kemudian adalah Dyah Balitung yang bergelar
Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu adalah
Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan
kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan.
Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur
pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram
terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan Struktur
tiga pejabat itu menjadi warisan yang terus digunakan oleh
kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya, seperti Kerajaan Singasari dan
Majapahit.
Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis
Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih
ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat
silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Setelah
Raja Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan Mataram Kuno masih
mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah
ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja
Balitung menjabat Rakryan i Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong juga mengalami nasib serupa.
Dibawah pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa. Kerajaan Mataram Kuno
dilanda kekacauan dari dalam, yang membuat kacau ibu kota. Sementara
itu, kekuatan ekonomi dan politik Kerajaan Sriwijaya makin mendesak
kedudukan Mataram di Jawa. Pada masa itu, wilayah kerajaan mataram kuno
juga dilanda oleh bencana letusan Gunung Merapi yang sangat membahayakan
ibu kota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh
Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak. Kedudukannya kemudian digantikan
oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan i Hino.
Dinasti Syailendra
Dinasti Syailendra berkuasa didaerah Begelan dan Yogyakarta pada
pertengahan abad ke-8. Beberapa sumber sejarah tentang Dinasti
Syailendra yang berhasil ditemukan, antara lain prasasti Kalasan,
Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan (778), menyebutkan
nama Rakai Panangkaran yang diperintahkan oleh Raja Wisnu, penguasa
Dinasti Syailendra, untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara
dan sebuah vihara bagi para pendeta. Rakai Panangkaran kemudian memberikan Desa Kalasan kepada Sanggha Buddha.
Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja Balaputradewa kalah dalam
perang saudara melawan kakaknya, yaitu Pramodhawardani. Kemudian, ia
melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Nalanda (860),
menyebutkan asal usul Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja
Balaputradewa adalah putra dari Raja Samaratungga dan cucu dari Raja
Indra.
Pada abad ke-8, Dinasti Sanjaya yang memerintah KerajaanMataram Kuno
mulai terdesak oleh dinasti Syailendra. Hal itu kita ketahui dari
prasasti Kalasan yang menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran dari keluarga
Sanjaya diperintah oleh Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan,
sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra muncul dalam sejarah Kerajaan
Mataram Kuno tidak lebih dari satu abad. Pengaruh Dinasti Syailendra
terhadap kerajaan Sriwijaya juga semakin kuat karena Raja Indra
menjalankan strategi perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya
yang bernama Samaratungga dengan salah seorang putri Raja Sriwijaya.
Pengganti Raja Indra adalah Raja Samaratungga. Pada masa
kekuasaannya, dibangun Candi Borobudur. Namun, sebelum Candi tersebut
selesai dibangun, Raja Samaratungga meninggal dunia, dalam sebuah perang
saudara. Balaputradewa kemudian melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya
dan menjadi raja disana.
Sumber: http://history1978.wordpress.com/all-about-indonesian-history/era-kerajaan-hindu-budha/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar